BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, sudah sangat jauh dibandingkan dengan satu abad sebelum ini, para peneliti seolah-olah telah berhasil mengungkap tabir rahasia alam semesta yang diciptakan Tuhan. Sehingga dengan hasil penemuan mereka,
telah terciptalah berbagaimacam teknologi yang memudahkan manusia dalam menjalani kehidupan
di dunia dan akhirat.
Namun sayangnya,
dibalik kemudahan yang diberikan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat berakibat sangat fatal apabila disalahgunakan dan dipakaioleh
orang yang salah. Untuk menghindari
penyalah gunaan ilmu dan teknologi ini, harus kembali kepada hakikat ilmu itu
sendiri yang dibahas dalam filsafat sebagai induk ilmu sosial dan alam.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Apakah hakikat filsafat?
2. Apa sajakah cabang-cabang filsafat?
3. Bagaimana posisi filsafat ilmu dalam filsafat?
4. Bagaimana implikasi pada pendidikan dan
system pendidikan berdasarkan pancasila?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui hakikat filsafat?
2. Mengetahui cabang-cabang filsafat?
3. Mengetahui posisifilsafat ilmu dalam filsafat?
4. Mengetahui implikasi pada pendidikan dan
system pendidikan berdasarkan pancasila?
1.4 Manfaat
Secara teoritis, makalah ini dapat meningkatkan kemandirian
intelektual dan rohani seseorang, kemudian dapat memahami filsafat ilmu secara
arif dan bijak lalu dapat mengetahui aturan-aturan atau patokan-patokan yang
harus diperhatikan untuk dapat berpikir dengan tepat teliti dan teratur agar
mencapai kebenaran. Selain itu, untuk melatih kita dalam menganalisis suatu
jalan pikiran menguji kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dan kepastian yang
dapat dicapai. Sehingga mampu membedakan pemikiran yang tepat, lurus, dan benar
dari yang kacau serta salah.
Secara praktis
mampu membedakan perbuatan baik dan tidak baik, benar dan tidak benar. Denagn
demikian, para dosen, mahasiswa ataupun kaum intelektual mampu berpikir dengan
matang, tidak dangkal, tidak instan, senantiasa berorientasi berpikir panjang
dan tidak berpikir pendek.
1.5
Metodologi
Dalam pembuatan makalah ini,
kami peroleh berdasarkan data dan hasil pengamatan dari
masyarakat serta dikuatkan dengan berbagai studi literatur tentang fenomena
yang tengah berkembang di dunia.
BAB II
KAITAN
FILSAFAT DAN FILSAFAT ILMU
Al-Qur’an menceritakan Nabi Ibrahim (1997-1882 SM)
yang tinggal di Kaldaniyyun yang kini dikenal dengan Irak. Beliau berusaha
mencari kebenaran siapakah pencipta alam semesta:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً إِنِّي
أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلاَلٍ مُّبِينٍ (٧٤) وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ (٧٥) فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَـذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لا أُحِبُّ الآفِلِينَ (٧٦) فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَـذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِن لَّمْ يَهْدِنِي رَبِّي لأكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ (٧٧) فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَـذَا رَبِّي هَـذَآ أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِّمَّا تُشْرِكُونَ (٧٨) إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (٧٩) (سورة الأنعام )
“Dan
(ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya Azar, “Pantaskah engkau
menjadikan berhala-berhala itu sebagai Tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau
dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.” (74) Dan demikianlah Kami
memperlihatkan kepada ibrahin kekuasaan (kami yang terdapat di langit dan di
bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin. (75) Ketika malam telah
menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah
Tuhanku”. Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada
yang terbenam.” (76) Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “Inilah Tuhanku”
Tetapi tatkala bulan itu terbenam dia berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak
memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” (77)
Kemudian ketika di melihat matahari terbit, dia berkata, “inilah Tuhanku, ini
lebih besar.” Tetapi ketika matahari terbenar, dia berkata, “Wahai kaumku!
Sungguh aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.” (78) Aku hadapkan
wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan
(mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik
(79) (QS. Al-An”am, 74-79) (Al-Qur’an dan Terjemahnya).
Jauh
sebelum filusuf Yunani memikirkan alam, sudah ada nabi Ibrahim yang berfilsafat
mencari kebenaran keberadaan Tuhan pencipta alam semesta dengan memperhatikan
fenomena-fenomena alam.
Salah
satu teori filsafat mengatakan bahwa hukum alam dibuat oleh alam itu sendiri
secara kebetulan, yang lain mengatakan hukum alam itu dibaut oleh Yang Maha
Pintar yang disebut Tuhan. Ini semua masih dalam kajian filsafat. Adaun orang
yang ingin langsung mengetahui dari Tuhan, mengenal-Nya, belajar langsung
kepada-Nya tentunya tidak dapat dipenuhi dengan pengetahuan sain dan filsafat. Untuk
mengetahui hal-hal abstrak-supra-rasional atau meta-rasional tersebut
dibutuhkan intuisi, akal praktis, dzawq, dhamir, sirr (Tafsir, 2010: 9-10).
Pengetahuan
manusia yang didapat dari sain dan filsafat melalui metode yang diterapkan
tidak dapat menjawab semua pertanyaan yang ada dibenak manusia, filsafat dan
sain hanya menjelaskan pengetahuan bersifat empiris dan rasional. Sedangkan di
luar itu semua dibutuhkan paradigma lain.
Ahmad
Tafsir (2009: 11) menjelaskan perbandingan pengetahuan sain, fisafat dan mistik
sebagai berikut:
Pengetahuan
|
Objek
|
Paradigma
|
Metode
|
Kriteria
|
SAIN
FILSAFAT
MISTIK
|
Empiris
Abstrak-rasional
Abstrak-supra-rasional
|
Sain
Rasional
Mistik
|
Ilmiah
Rasional
Latihan, Percaya
|
Rasional-empiris
Rasional
Rasa, Iman, Logis,
|
2.1 Hakikat Filsafat
Filsafat yang selama ini kita kenal berasal dari
Yunani, yang awalnya berpikir mitosentris menjadi logosentri. Awalnya mereka
menjelaskan fenomena alam dengan mengandalkan mitos, namun setelah mereka
berpikir, mulai menemukan bagaimana fenomena alam itu sesungguhnya terjadi. Di
antara filusuf Yunani yang terkenal adalah Thales, Pythagoras, Anaximandros,
Heraklitos, Parmenies, Plato, Aristoteles. Orang yang pertama kali berfilsafat
adalah Thales (624-546) SM yang dikenal sebagai bapak Filsafat, yang mula-mula
berfilsafat dan mempertanyakan apa sebenarnya asal-asal usul alam semesta ini? Pertanyaan
ini sangata mendasar, terlepas apa pun jawabannya (Bakhtiar, 2011: 21).
Maka dalam mengartikan filsafat, harus menggunakan bahasa
asal filsafat yaitu bahasa Yunani. Filsafat dalam bahasa Yunani adalah Philosophia
yang berasal dari dua kata, philein (cinta) dan Sophios (hikmat
atau wisdom), artinya cinta kepada ilmu pengetahuan, kearifan, atau hikmah (Sauri, 2010: 1).
Ibnu Khaldun (2011: 886)
menyebut ilmu filsafat ini juga sebagai ilmu logika (Manthiqi) yaitu ilmu yang
menghindarkan manusia dari kesalahan penalarn sehingga dapat dibedakan antara yang benar dan salah tentang
objek pengamatan mereka. Plato dalam
Sofyan Sauri (2010: 1) mengartikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang berminat mencapai
kebenaran sejati. Aristoteles
megnatakan filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segaa benda (Soyomukti, 2011: 99). Hasan Basri
(2009: 9) filsafat dapat diartikan sebagai pola berpikir dengan ciri-ciri
tertentu, yakni kritis, sistematis, logis, kontemplatif, radikal, dan
spekulatif.
Filsafat memiliki objek
material berupa segala yang ada baik tampak seperti dunia empiris dan yang
tidak tampak seperti alam metafisika. Adapun objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh,
radikal, dan rasional tentang segala yang ada (Bakhtiar, 2011).
Orang yang berfilsafat terlihat dari cara berpikir
mereka yang radikal (berpikir sampai ke akar persoalan), kritis terhadap
persoalan yang ada, konseptual, rasional (berpikir dengan menggunakan akal),
reflektif (mencermin-kan pengalaman pribadi), konsisten (runtut),
sistematis, suatu pandangan dunia, dan
metodis (Soyomukti, 2011: 103109).
2.2 Cabang Filsafat
Ahli filsafat, berbeda pendapat dalam apa saja yang
menjadi cabang dari ilmu filsafat. Semakin maju ilmu pengetahuan, semakin
banyak cabang filsafat yang bermunculan. Berbeda dengan ahli filsafat terdahulu
yang membagi cabang filsafat hanya dalam beberapa cabang. Aristoteles dalam
Sofyan (2010:16) menjelaskan pembagian filsafat kedalam empat cabang, yaitu:
1. Logika, ilmu ini bagi Aristoteles dianggap sebagai ilmu
pendahuluan bagi filsafat.
2. Filsafat teoritis (falsafat nazariah), yang mencakup ilmu
fisika yang mempersoalkan dunia materi dan alam nyata ini; ilmu matematika yang
mempersoalkan benda-banda alam dalam kuantitasnya (mempersoalkan jumlahnya);
ilmu metafisika yang mempersoalkan tentang hakikat segala sesuatu. Menurut
Aristoteles, ilmu fisika inilah yang menjadi inti alam bagian yang paling utama
dari filsafat.
3. Filsafat praktis (falsafah ‘amaliah). Dalam cabang ini
tercakup tiga macam ilmu, yaitu a) ilmu etika yang mengatur kesusilaan dan
kebahagiaan dalam hidup perseorangan; b) ilmu ekonomi yang mengatur kesusilaan
dan kemakmuran dalam keluarga (rumah tangga); c) ilmu politik yang mengatur
kesusilaan dan kemakmuran dalam negara.
4.
Filsafat poetika (kesenian)
Berdasarkan objek kajian, filsafat dapat dibagi dalam dua
cabang, yaitu : Filsafat Umum atau Filsafat Murni, dan Filsafat Khusus atau
Filsafat Terapan. Filsafat umum terdiri atas:
1. Metafisika,
membahas akikat kenyataan atau realitas yang meliputi metafisika umum atau
ontologi dan metafisika khusus yang meliputi kosmologi (hakikat alam semesta),
teologi (hakikat ketuhanan) dan antropologi filsafat (hakikat manusia).
2. Epistemologi
dan logika, membahas hakikat pengetahuan (sumber pengetahuan, metode mencari
pengetahun, kesahihan pengetahuan, dan batas-batas pengetahuan); dan hakikat
penalaran (induktif dan deduktif)
3. Aksiologi,
membhas hakikat nilai dengan cabang-cabangnya etika (hakika tkebaikan), dan
estetika (hakikat keindahan) (Tim Pengembang MKDP, 2011: 17-18).
Sedangkan
filsafat khusus atau filsafat terapan, pembagiannya didasarkan pada kekhususan
objeknya antara lain: filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat ilmu, filsafat
religi, filsafat moral, filsafat ilmu, dan filsafat pendidikan (Tim Pengembang
MKDP, 2011: 18).
Kattsoff menjelaskan dalam Sofyan (2010: 16-17) bahwa
filsafat terdiri dari 12 cabang yaitu logika, metodologi, metafisika, ontologi
dan kosmologi, epistimologi, biologi kefilsafatan, psikologi kefilsafatan,
antropologi kefilsafatan, sosiologi kefilsafatan, etika, estetika dan filsafat
agama.
Perkembangan
filsafat sebagai ilmu yang berdiri sendiri menyebabkan banyak cabang filsafat
baru yang bermunculan. Pada zaman Aristoteles dan Plato filsafat hanya memiliki
empat cabang saja. Sedangkan beberapa abad terakhir ini ilmu filsafat mengalami
perkembangan hingga dikelompokkan kepada 12 cabang seperti yang dikemukakan Kattsoff.
2.3 Posisi Filsafat Ilmu dalam Filsafat
Cakupan objek filsafat lebih luas dibandingkan dengan
ilmu karena ilmu hanya terbatas pada persoalan yang empiris saja, sedangkan
filsafat mencakup yang empiris dan yang non empiris. Secara historis ilmu berasal dari kajian filsafat karena
awalnya filsafatlah yang melakukan pembahasan tentang segala yang ada ini
secara sistematis, rasional, dan logis, termasuk hal yang empiris. Setelah
berjalan beberapa lama kajian yang terkait dengan hal yang empiris semakin
bercabang dan berkembang, sehingga menimbulkan spesialisasi dan menampakkan
kegunaan yang praktis. Inilah proses terbentuknya ilmu secara berkesinambungan
(Bakhtiar, 2011: 2).
Will Durant dalam Jujun (2009:
22) mengibaratkan filsafat sebagai pasukan marinir yang
merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri ini adalah
sebagai pengetahuan yang di antaranya adalah ilmu. Filsafatlah yang memenangkan
tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu ilmulah yang membelah
gunung dan merambah hutan, menyempurnakan kemenangan ini menjadi pengetahuan
yang dapat diandalkan. Setelah penyerahan dilakukan maka filsafat pun pergi.
Dia kembali menjelajah laut lepas, berspekulasi dan meneratas. Filsafat
menyerahkan daerah yang sudah dimenangkannya kepada ilmu pengetahuan-pengetahuan
lainnya. Semua ilmu, baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial, bertolak dari
pengembangannya bermula sebagai filsafat.
Nama asal fisika adalah filsafat alam (natural philosophy) dan nama asal
ekonomi adalah filsafat moral (moral
philosophy). Issac Newton (1642-1627) menulis hukum-hukum fisikanya sebagai
Philosophiae Naturalis Principia
Mathematica (1686) dan Adam Smith (1723-1790) bapak ilmu ekonomi menulis
buku The wealth of Nations (1776)
dalam fungsinya sebagai Professor of
Moral Philosophy di Universitas Glasgow.
Dalam perkembangan filsafat menjadi ilmu maka terdapat
tarap peralilhan. Dalam taraf peralihan ini maka bidang penjelajahan filsafat
menjadi lebih sempit, tidak lagi menyeluruh melainkan sektoral. Di sini orang
tidak lagi mempermasalahkan moral secara keseluruhan melainkan dikaitkan dengan
kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kemudian berkembang
menjadi ilmu ekonomi. Walaupun demikian dalam taraf ini secara konseptual ilmu
masih mendasarkan kepada norma-norma filsafat. Umpamanya ekonomi masih
merupakan penerapan etika (appled ethics) dalam kegiatan manusia memenuhi
kebutuhan hidupnya (Suriasumantri,
2010: 24).
Filsafat ilmu merupakan kajian
secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu tentang objek apa yang ditelaah ilmu,
metode mendapatkan ilmu, dan menfaat dari ilmu tersebut dalam kehidupan (Bakhtiar, 2011:
17).
Persamaan filsafat dan ilmu dapat kita lihat sebagai
berikut:
1.
Keduanya
mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap-lengkapnya
sampai ke akar-akarnya.
2.
Keduanya
memberikan penertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antaar
kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-sebabnya.
3.
Keduanya
hendak memberikan sintersis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
4.
Keduanya
mempunyai metode dan sistem.
5.
Keduannya
hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat
manusia (objektivitas, akan pengetahuan yang lebih mendasar (Bakhtiar, 2011:
18).
Adapun perbedaan
antara filsafat ilmu dan filsafat yaitu filsafat bersifat universal dalam objek
kajiannya berupan segala sesuatu yang ada; filsafat mencari pengertia secara
luas, mendala, dan mendasar; filsafat menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan
pengawasa; filsafat membuat pernyataan yang lebih jauh dan mendalam berdasarkan
realita sehari-hari; filsafat memjelaskan secarar mendalam dan mutlak.
Sedangkan filsafat ilmu bersifat khusus empiris yang fokus kepada disiplin ilmu
masing-masing; filsafat ilmu dalam objek formal bersifat fragmentari, spesifik
dan intensif; fisafat ilmu harus berdasarkan riset lewat pendekatan tria and
error; ilmu menguraikan secara logis dan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang
tidak mendalam yang lebih dekat (Bakhtiar, 2011: 19).
2.4 Implikasi pada Pendidikan dan Sistem Pendidikan Berdasarkan
Pancasila
Pandangan-pandangan filsafat sangat dibutuhkan dalam
pendidikan, terutama dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Filsafat akan
menentukan arah kemana peserta didik akan dibawa. Untuk itu harus ada kejelasan
tentang pandangan hidup manusia atau tentang hidup dan eksistensinya. Filsafat
atau pandangan hidup suatu bangsa sangat memengaruhi tujuan pendidikan yang
ingin dicapai. Sedangkan tujuan pendidikan sendiri pada dasarnya merupakan
rumusan yang komprehensif mengenai apa yang seharusnya dicapai (Tim
Pengembang MKDP, 2011: 19).
Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia bersumber pada
pandangan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan berngara yaitu pancasil dan UUD
1945. Ini berarti bahwa pendidikan di Indonesia harus membawa peserta didik
agar menjadi manusia yang berpancasila yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang dwkokratis serta bertanggung jawab..
Dari kedua dasar negara
tersebut dapat kita pahami, kemana akan kita arahkan pendidikan anak bangsa
ini. Sebagai negara yang moyoritas berpenduduk muslim, tentunya dalam perumusan
landasan negara tersebut berdasarkan ajaran-ajaran Islam dan tidak bertentangan
dengannya.
Dari sinilah seluruh kegiatan
negara berlandaskan, mulai dari kegiatan perekonomian, bermasyarakat, beragama
sampai pendidikan harus berlandaskan kepada dasar tersebut yang benar-benar
telah dipikirkan dengan matang oleh perumusnya.
Pendidikan mempunyai peranan sangat penting dalam
keseluruhan aspek kehidupan manusia. Pendidikan berkaitan langsung dengan
pembentukan manusia. Pendidikan menentukan model manusia yang akan
dihasilkannya. Kurikulum pendidikan sebagai rancangan pendidikan mempunyai
kedudukan yang cukup sentral menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan
(Sukmadinata, 2011: 38).
Dunia pendidikan tidak terlepas
dari sistem berupa kurikulum yang ada didalamnya pendidik, peserta didik, guru,
tujuan, materi, sarana dan prasarana, dan metode pengajaran. Seluruh aspek pendidikan ini, dalam dunia pendidikan yang berlandaskan kepad
pancasila harus benar-benar mengarahkan proses pendidikan kepada pancasila
tersebut yang telah dicetuskan sebagai falsafah negara maupun pendidikan di
Indonesia.
BAB
III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang dibicarakan diatas maka penulis dapat menyim-pulkan
bahwa:
1.
Filsafat adalah ilmu mengenai
bagaimana cara berpikir yang benar yang menghasillkan ilmu yang bermanfaat.
2.
Cabang filsafat terus
berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu.
3.
Filsafat dan ilmu (filsafat
ilmu) sangat memiliki kaitan erat, karena ilmu merupakan hasil dari pemikiran
filsafat yang terus berkembang, yang akhirnya ilmu tersebut memiliki nama
tersendiri, seolah-olah tanpa ada kaitannya dengan filsafat.
4.
Dalam pendidikan dan sistem
pendidikan yang berbasiskan pancasila, filsafat memberikan arahan, kemanakah
pendidikan bangsa Indonesia ini akan dibawa, bagaimanakah proses pembelajaran
dilaksanakan.
3.2
Saran
Indonesia sebagai negara yang telah memiliki falsafah negara dan falsafah
pendidikan, harus fokus kepada apa yang telah ditentukuan dan berusaha
mengembangkannya, bukan hanya meniru sistem pendidikan yang ada di negara lain
yang tentunya berbeda dalam falsafah degara dan falsafah pendidikannya.
Hasilnya, apabila Indonesia terus meniru negara lain, tujuan pendidikan yag
diharapkan di Indonesia tidak akan tercapai karena berbedanya tujuan pendidikan
setiap negara.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI.
2011. Bandung: Mitra Khazanah Ilmu.
Alwasilah,
Chaedar. 2010. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.
Bakhtiar, Amsal. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers.
Basri, Hasan.
2009. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Sofyan Sauri, Herlan Firmansyah, dan Ahmad Syamsu Rizal. 2010. Filsafat
Ilmu Pendidikan Agama. Jakarta: Bandung: Arfino Raya.
Soyomukti,
Nurani. 2011. Pengantar Filsafat Umum. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Sukmadinata,
Nana Syaoudih. 2011. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung:
Rosdakarya.
Surisumantri, Jujun. S. 2010. Filsafat
Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Tafsir, Ahmad.
2010. Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi
penetahuan. Bandung: Rosdakarya.
Tim Pengembang
MKDP. 2011 Kurikulum & Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
No comments:
Post a Comment