Monday 6 April 2015

KAITAN FILSAFAT DAN FILSAFAT ILMU

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, sudah sangat jauh dibandingkan dengan satu abad sebelum ini, para peneliti seolah-olah telah berhasil mengungkap tabir rahasia alam semesta yang diciptakan Tuhan. Sehingga dengan hasil penemuan mereka, telah terciptalah berbagaimacam teknologi yang memudahkan manusia dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
Namun sayangnya, dibalik kemudahan yang diberikan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat berakibat sangat fatal apabila disalahgunakan dan dipakaioleh orang yang salah. Untuk menghindari penyalah gunaan ilmu dan teknologi ini, harus kembali kepada hakikat ilmu itu sendiri yang dibahas dalam filsafat sebagai induk ilmu sosial dan alam.
1.2    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1.    Apakah hakikat filsafat?
2.    Apa sajakah cabang-cabang filsafat?
3.    Bagaimana posisi filsafat ilmu dalam filsafat?
4.    Bagaimana implikasi pada pendidikan dan system pendidikan berdasarkan pancasila?
1.3    Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
1.    Mengetahui hakikat filsafat?
2.    Mengetahui cabang-cabang filsafat?
3.    Mengetahui posisifilsafat ilmu dalam filsafat?
4.    Mengetahui implikasi pada pendidikan dan system pendidikan berdasarkan pancasila?

1.4    Manfaat
Secara teoritis, makalah ini dapat meningkatkan kemandirian intelektual dan rohani seseorang, kemudian dapat memahami filsafat ilmu secara arif dan bijak lalu dapat mengetahui aturan-aturan atau patokan-patokan yang harus diperhatikan untuk dapat berpikir dengan tepat teliti dan teratur agar mencapai kebenaran. Selain itu, untuk melatih kita dalam menganalisis suatu jalan pikiran menguji kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dan kepastian yang dapat dicapai. Sehingga mampu membedakan pemikiran yang tepat, lurus, dan benar dari yang kacau serta salah.
Secara praktis mampu membedakan perbuatan baik dan tidak baik, benar dan tidak benar. Denagn demikian, para dosen, mahasiswa ataupun kaum intelektual mampu berpikir dengan matang, tidak dangkal, tidak instan, senantiasa berorientasi berpikir panjang dan tidak berpikir pendek.
1.5    Metodologi
Dalam pembuatan makalah ini, kami peroleh berdasarkan data dan hasil pengamatan dari masyarakat serta dikuatkan dengan berbagai studi literatur tentang fenomena yang tengah berkembang di dunia.


BAB II
KAITAN FILSAFAT DAN FILSAFAT ILMU

Al-Qur’an menceritakan Nabi Ibrahim (1997-1882 SM) yang tinggal di Kaldaniyyun yang kini dikenal dengan Irak. Beliau berusaha mencari kebenaran siapakah pencipta alam semesta:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلاَلٍ مُّبِينٍ (٧٤) وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ (٧٥) فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَـذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لا أُحِبُّ الآفِلِينَ (٧٦) فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَـذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِن لَّمْ يَهْدِنِي رَبِّي لأكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ (٧٧) فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَـذَا رَبِّي هَـذَآ أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِّمَّا تُشْرِكُونَ (٧٨) إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (٧٩) (سورة الأنعام )
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya Azar, “Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai Tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.” (74) Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada ibrahin kekuasaan (kami yang terdapat di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin. (75) Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku”. Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.” (76) Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “Inilah Tuhanku” Tetapi tatkala bulan itu terbenam dia berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” (77) Kemudian ketika di melihat matahari terbit, dia berkata, “inilah Tuhanku, ini lebih besar.” Tetapi ketika matahari terbenar, dia berkata, “Wahai kaumku! Sungguh aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.” (78) Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik (79) (QS. Al-An”am, 74-79) (Al-Qur’an dan Terjemahnya).
Jauh sebelum filusuf Yunani memikirkan alam, sudah ada nabi Ibrahim yang berfilsafat mencari kebenaran keberadaan Tuhan pencipta alam semesta dengan memperhatikan fenomena-fenomena alam.
Salah satu teori filsafat mengatakan bahwa hukum alam dibuat oleh alam itu sendiri secara kebetulan, yang lain mengatakan hukum alam itu dibaut oleh Yang Maha Pintar yang disebut Tuhan. Ini semua masih dalam kajian filsafat. Adaun orang yang ingin langsung mengetahui dari Tuhan, mengenal-Nya, belajar langsung kepada-Nya tentunya tidak dapat dipenuhi dengan pengetahuan sain dan filsafat. Untuk mengetahui hal-hal abstrak-supra-rasional atau meta-rasional tersebut dibutuhkan intuisi, akal praktis, dzawq, dhamir, sirr (Tafsir, 2010: 9-10).
Pengetahuan manusia yang didapat dari sain dan filsafat melalui metode yang diterapkan tidak dapat menjawab semua pertanyaan yang ada dibenak manusia, filsafat dan sain hanya menjelaskan pengetahuan bersifat empiris dan rasional. Sedangkan di luar itu semua dibutuhkan paradigma lain.
Ahmad Tafsir (2009: 11) menjelaskan perbandingan pengetahuan sain, fisafat dan mistik sebagai berikut:
Pengetahuan
Objek
Paradigma
Metode
Kriteria
SAIN

FILSAFAT

MISTIK
Empiris

Abstrak-rasional
Abstrak-supra-rasional
Sain

Rasional

Mistik
Ilmiah

Rasional

Latihan, Percaya
Rasional-empiris
Rasional

Rasa, Iman, Logis,

2.1    Hakikat Filsafat
Filsafat yang selama ini kita kenal berasal dari Yunani, yang awalnya berpikir mitosentris menjadi logosentri. Awalnya mereka menjelaskan fenomena alam dengan mengandalkan mitos, namun setelah mereka berpikir, mulai menemukan bagaimana fenomena alam itu sesungguhnya terjadi. Di antara filusuf Yunani yang terkenal adalah Thales, Pythagoras, Anaximandros, Heraklitos, Parmenies, Plato, Aristoteles. Orang yang pertama kali berfilsafat adalah Thales (624-546) SM yang dikenal sebagai bapak Filsafat, yang mula-mula berfilsafat dan mempertanyakan apa sebenarnya asal-asal usul alam semesta ini? Pertanyaan ini sangata mendasar, terlepas apa pun jawabannya  (Bakhtiar, 2011: 21).
Maka dalam mengartikan filsafat, harus menggunakan bahasa asal filsafat yaitu bahasa Yunani. Filsafat dalam bahasa Yunani adalah Philosophia yang berasal dari dua kata, philein (cinta) dan Sophios (hikmat atau wisdom), artinya cinta kepada ilmu pengetahuan, kearifan, atau hikmah (Sauri, 2010: 1).
Ibnu Khaldun (2011: 886) menyebut ilmu filsafat ini juga sebagai ilmu logika (Manthiqi) yaitu ilmu yang menghindarkan manusia dari kesalahan penalarn sehingga dapat dibedakan antara yang benar dan salah tentang objek pengamatan mereka. Plato dalam Sofyan Sauri (2010: 1) mengartikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran sejati. Aristoteles megnatakan filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segaa benda  (Soyomukti, 2011: 99). Hasan Basri (2009: 9) filsafat dapat diartikan sebagai pola berpikir dengan ciri-ciri tertentu, yakni kritis, sistematis, logis, kontemplatif, radikal, dan spekulatif.
Filsafat memiliki objek material berupa segala yang ada baik tampak seperti dunia empiris dan yang tidak tampak seperti alam metafisika. Adapun objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada (Bakhtiar, 2011).
Orang yang berfilsafat terlihat dari cara berpikir mereka yang radikal (berpikir sampai ke akar persoalan), kritis terhadap persoalan yang ada, konseptual, rasional (berpikir dengan menggunakan akal), reflektif (mencermin-kan pengalaman pribadi), konsisten (runtut), sistematis,  suatu pandangan dunia, dan metodis  (Soyomukti, 2011: 103109).
2.2    Cabang Filsafat
Ahli filsafat, berbeda pendapat dalam apa saja yang menjadi cabang dari ilmu filsafat. Semakin maju ilmu pengetahuan, semakin banyak cabang filsafat yang bermunculan. Berbeda dengan ahli filsafat terdahulu yang membagi cabang filsafat hanya dalam beberapa cabang. Aristoteles dalam Sofyan (2010:16) menjelaskan pembagian filsafat kedalam empat cabang, yaitu:
1.      Logika, ilmu ini bagi Aristoteles dianggap sebagai ilmu pendahuluan bagi filsafat.
2.      Filsafat teoritis (falsafat nazariah), yang mencakup ilmu fisika yang mempersoalkan dunia materi dan alam nyata ini; ilmu matematika yang mempersoalkan benda-banda alam dalam kuantitasnya (mempersoalkan jumlahnya); ilmu metafisika yang mempersoalkan tentang hakikat segala sesuatu. Menurut Aristoteles, ilmu fisika inilah yang menjadi inti alam bagian yang paling utama dari filsafat.
3.      Filsafat praktis (falsafah ‘amaliah). Dalam cabang ini tercakup tiga macam ilmu, yaitu a) ilmu etika yang mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam hidup perseorangan; b) ilmu ekonomi yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam keluarga (rumah tangga); c) ilmu politik yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam negara.
4.      Filsafat poetika (kesenian)
Berdasarkan objek kajian, filsafat dapat dibagi dalam dua cabang, yaitu : Filsafat Umum atau Filsafat Murni, dan Filsafat Khusus atau Filsafat Terapan. Filsafat umum terdiri atas:
1.      Metafisika, membahas akikat kenyataan atau realitas yang meliputi metafisika umum atau ontologi dan metafisika khusus yang meliputi kosmologi (hakikat alam semesta), teologi (hakikat ketuhanan) dan antropologi filsafat (hakikat manusia).
2.      Epistemologi dan logika, membahas hakikat pengetahuan (sumber pengetahuan, metode mencari pengetahun, kesahihan pengetahuan, dan batas-batas pengetahuan); dan hakikat penalaran (induktif dan deduktif)
3.      Aksiologi, membhas hakikat nilai dengan cabang-cabangnya etika (hakika tkebaikan), dan estetika (hakikat keindahan) (Tim Pengembang MKDP, 2011: 17-18).
Sedangkan filsafat khusus atau filsafat terapan, pembagiannya didasarkan pada kekhususan objeknya antara lain: filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat ilmu, filsafat religi, filsafat moral, filsafat ilmu, dan filsafat pendidikan (Tim Pengembang MKDP, 2011: 18).
Kattsoff menjelaskan dalam Sofyan (2010: 16-17) bahwa filsafat terdiri dari 12 cabang yaitu logika, metodologi, metafisika, ontologi dan kosmologi, epistimologi, biologi kefilsafatan, psikologi kefilsafatan, antropologi kefilsafatan, sosiologi kefilsafatan, etika, estetika dan filsafat agama.
Perkembangan filsafat sebagai ilmu yang berdiri sendiri menyebabkan banyak cabang filsafat baru yang bermunculan. Pada zaman Aristoteles dan Plato filsafat hanya memiliki empat cabang saja. Sedangkan beberapa abad terakhir ini ilmu filsafat mengalami perkembangan hingga dikelompokkan kepada 12 cabang seperti yang dikemukakan Kattsoff.
2.3    Posisi Filsafat Ilmu dalam Filsafat
Cakupan objek filsafat lebih luas dibandingkan dengan ilmu karena ilmu hanya terbatas pada persoalan yang empiris saja, sedangkan filsafat mencakup yang empiris dan yang non empiris. Secara historis ilmu berasal dari kajian filsafat karena awalnya filsafatlah yang melakukan pembahasan tentang segala yang ada ini secara sistematis, rasional, dan logis, termasuk hal yang empiris. Setelah berjalan beberapa lama kajian yang terkait dengan hal yang empiris semakin bercabang dan berkembang, sehingga menimbulkan spesialisasi dan menampakkan kegunaan yang praktis. Inilah proses terbentuknya ilmu secara berkesinambungan  (Bakhtiar, 2011: 2).
Will Durant dalam Jujun (2009: 22) mengibaratkan filsafat sebagai pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri ini adalah sebagai pengetahuan yang di antaranya adalah ilmu. Filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu ilmulah yang membelah gunung dan merambah hutan, menyempurnakan kemenangan ini menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan. Setelah penyerahan dilakukan maka filsafat pun pergi. Dia kembali menjelajah laut lepas, berspekulasi dan meneratas. Filsafat menyerahkan daerah yang sudah dimenangkannya kepada ilmu pengetahuan-pengetahuan lainnya. Semua ilmu, baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial, bertolak dari pengembangannya bermula sebagai filsafat.
Nama asal fisika adalah filsafat alam (natural philosophy) dan nama asal ekonomi adalah filsafat moral (moral philosophy). Issac Newton (1642-1627) menulis hukum-hukum fisikanya sebagai Philosophiae Naturalis Principia Mathematica (1686) dan Adam Smith (1723-1790) bapak ilmu ekonomi menulis buku The wealth of Nations (1776) dalam fungsinya sebagai Professor of Moral Philosophy di Universitas Glasgow. Dalam perkembangan filsafat menjadi ilmu maka terdapat tarap peralilhan. Dalam taraf peralihan ini maka bidang penjelajahan filsafat menjadi lebih sempit, tidak lagi menyeluruh melainkan sektoral. Di sini orang tidak lagi mempermasalahkan moral secara keseluruhan melainkan dikaitkan dengan kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kemudian berkembang menjadi ilmu ekonomi. Walaupun demikian dalam taraf ini secara konseptual ilmu masih mendasarkan kepada norma-norma filsafat. Umpamanya ekonomi masih merupakan penerapan etika (appled ethics) dalam kegiatan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya  (Suriasumantri, 2010: 24).
Filsafat ilmu merupakan kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu tentang objek apa yang ditelaah ilmu, metode mendapatkan ilmu, dan menfaat dari ilmu tersebut dalam kehidupan  (Bakhtiar, 2011: 17).
Persamaan filsafat dan ilmu dapat kita lihat sebagai berikut:
1.      Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
2.      Keduanya memberikan penertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antaar kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-sebabnya.
3.      Keduanya hendak memberikan sintersis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
4.      Keduanya mempunyai metode dan sistem.
5.      Keduannya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia (objektivitas, akan pengetahuan yang lebih mendasar  (Bakhtiar, 2011: 18).
Adapun perbedaan antara filsafat ilmu dan filsafat yaitu filsafat bersifat universal dalam objek kajiannya berupan segala sesuatu yang ada; filsafat mencari pengertia secara luas, mendala, dan mendasar; filsafat menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasa; filsafat membuat pernyataan yang lebih jauh dan mendalam berdasarkan realita sehari-hari; filsafat memjelaskan secarar mendalam dan mutlak. Sedangkan filsafat ilmu bersifat khusus empiris yang fokus kepada disiplin ilmu masing-masing; filsafat ilmu dalam objek formal bersifat fragmentari, spesifik dan intensif; fisafat ilmu harus berdasarkan riset lewat pendekatan tria and error; ilmu menguraikan secara logis dan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak mendalam yang lebih dekat  (Bakhtiar, 2011: 19).

2.4    Implikasi pada Pendidikan dan Sistem Pendidikan Berdasarkan Pancasila
Pandangan-pandangan filsafat sangat dibutuhkan dalam pendidikan, terutama dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Filsafat akan menentukan arah kemana peserta didik akan dibawa. Untuk itu harus ada kejelasan tentang pandangan hidup manusia atau tentang hidup dan eksistensinya. Filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa sangat memengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Sedangkan tujuan pendidikan sendiri pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif mengenai apa yang seharusnya dicapai (Tim Pengembang MKDP, 2011: 19).
Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia bersumber pada pandangan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan berngara yaitu pancasil dan UUD 1945. Ini berarti bahwa pendidikan di Indonesia harus membawa peserta didik agar menjadi manusia yang berpancasila yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang dwkokratis serta bertanggung jawab..
Dari kedua dasar negara tersebut dapat kita pahami, kemana akan kita arahkan pendidikan anak bangsa ini. Sebagai negara yang moyoritas berpenduduk muslim, tentunya dalam perumusan landasan negara tersebut berdasarkan ajaran-ajaran Islam dan tidak bertentangan dengannya.
Dari sinilah seluruh kegiatan negara berlandaskan, mulai dari kegiatan perekonomian, bermasyarakat, beragama sampai pendidikan harus berlandaskan kepada dasar tersebut yang benar-benar telah dipikirkan dengan matang oleh perumusnya.
Pendidikan mempunyai peranan sangat penting dalam keseluruhan aspek kehidupan manusia. Pendidikan berkaitan langsung dengan pembentukan manusia. Pendidikan menentukan model manusia yang akan dihasilkannya. Kurikulum pendidikan sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup sentral menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan (Sukmadinata, 2011: 38).
Dunia pendidikan tidak terlepas dari sistem berupa kurikulum yang ada didalamnya pendidik, peserta didik, guru, tujuan, materi, sarana dan prasarana, dan metode pengajaran. Seluruh aspek pendidikan ini, dalam dunia pendidikan yang berlandaskan kepad pancasila harus benar-benar mengarahkan proses pendidikan kepada pancasila tersebut yang telah dicetuskan sebagai falsafah negara maupun pendidikan di Indonesia.


BAB III
KESIMPULAN

3.1  Kesimpulan
Dari pembahasan yang dibicarakan diatas maka penulis dapat menyim-pulkan bahwa:
1.      Filsafat adalah ilmu mengenai bagaimana cara berpikir yang benar yang menghasillkan ilmu yang bermanfaat.
2.      Cabang filsafat terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu.
3.      Filsafat dan ilmu (filsafat ilmu) sangat memiliki kaitan erat, karena ilmu merupakan hasil dari pemikiran filsafat yang terus berkembang, yang akhirnya ilmu tersebut memiliki nama tersendiri, seolah-olah tanpa ada kaitannya dengan filsafat.
4.      Dalam pendidikan dan sistem pendidikan yang berbasiskan pancasila, filsafat memberikan arahan, kemanakah pendidikan bangsa Indonesia ini akan dibawa, bagaimanakah proses pembelajaran dilaksanakan.
3.2    Saran
Indonesia sebagai negara yang telah memiliki falsafah negara dan falsafah pendidikan, harus fokus kepada apa yang telah ditentukuan dan berusaha mengembangkannya, bukan hanya meniru sistem pendidikan yang ada di negara lain yang tentunya berbeda dalam falsafah degara dan falsafah pendidikannya. Hasilnya, apabila Indonesia terus meniru negara lain, tujuan pendidikan yag diharapkan di Indonesia tidak akan tercapai karena berbedanya tujuan pendidikan setiap negara.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI. 2011. Bandung: Mitra Khazanah Ilmu.
Alwasilah, Chaedar. 2010. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.
Bakhtiar, Amsal. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers.
Basri, Hasan. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Sofyan Sauri, Herlan Firmansyah, dan Ahmad Syamsu Rizal. 2010. Filsafat Ilmu Pendidikan Agama. Jakarta: Bandung: Arfino Raya.
Soyomukti, Nurani. 2011. Pengantar Filsafat Umum. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Sukmadinata, Nana Syaoudih. 2011. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Rosdakarya.
Surisumantri, Jujun. S. 2010. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi penetahuan. Bandung: Rosdakarya.

Tim Pengembang MKDP. 2011 Kurikulum & Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.

No comments:

Post a Comment