Monday, 6 April 2015

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENURUT MUHAMMAD QUTHB

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumusan pendidikan Islam merupakan wacana yang telah lama dikembangkan dalam dunia Islam dari zaman dulu hingga saat ini. Baik oleh para ulama fiqih, ulama tafsir, dan tokoh Islam lainnya yang berusaha mengembangkan bagaimanakah pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Sesuai dengan perkembangan zaman, maka konsep pendidikan Islam yang dahulu terus dikembangkan untuk menyesuaikan dengan keadaan yang terjadi saat ini. Untuk itu, perlu terlebih dahulu kita melihat kebelakang mengenai bagaimana-konsep-konsep pendidikan yang telah ditulis tokoh-tokoh tersebut untuk dikembangkan konsep pendidikan baru yang dapat menjawab permasalahan yang terjadi saat ini dan akan datang.
Salah satu tokoh Islam yang telah mengembangkan konsep pendidikan di abad ke 20 adalah Muhammad Qutb, ia adalah ulama terkemuka yang lahir di Mesir dan wafat di Makkah. Ia berkata:
“Saya merasa bahwa di dalam al-Qur’an tampaknya terdapat banyak sekali tuntunan-tuntunan mengenai pendidikan, bahwa tuntunan-tuntunan itu mempunyai pengaruh tertentu di dalam jiwa, dan seseorang bila sudah merasakan dan menghayatinya, pasti akan mempunyai cara tertentu dalam bertingkah laku, berpikir, dan merasa. Ia akan lebih dekat kepada kebenaran dan ketaqwaan: akan menjadi seorang yang lebih peka dan lebih berperikemanusiaan (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, hal. 11).
Pada kesempatan ini penulis akan membahas bagaimana konsep pendidikan Islam menurut Muhamad Qutb.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana perjalanan hidup Muhammad Qutb?
2.      Bagaimana konsep pendidikan Islam menurut Muhammad Qutb?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
1.      Mengetahui perjalanan hidup Muhammad Qutb.
2.      Mengetahui konsep pendidikan Islam menurut Muhammad Qutb.


BAB II
KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENURUT
MUHAMMAD QUTHB

 

2.1 Biografi Muhammad Quthb

Dalam harian berita Republikan Online tanggal 04 April 2014 dituliskan berita mengenai wafatnya Muhammad Quthb di kota Jeddah, Saudi Arabia sebagai berikut:
“Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Salah seorang pemikir dan ulama terkemuka dunia, kembali meninggalkan dunia fana. Saudara kandung Syaikhul Islam, Sayyid Quthb, yakni Muhammad Quthb telah berpulang ke rahmatullah pada Jumat (4/4), di Jeddah, Arab Saudi. Laman al-Ashrq melaporkan, Muhammad Quthb wafat di rumah sakit di Jeddah. Ulama ini wafat dalam usia 95 tahun. Ia lahir di Kota Asyut, Mesir pada 26 April 1919. Muhammad Quthb merupakan adik pertama Sayyid Quthb, dari lima bersaudara. Muhammad Quthb merupakan anak kedua. Muhammad Quthb dikenal sebagai seorang ulama dan juga pemikir yang sangat terkemuka. Seperti saudaranya Sayyid Quthb yang menulis tafsir 'Fi Zhilal al-Qur'an' (Di Bawah Lindungan Alquran)”. (el-Fikri, 2014)
Muhammad Quthb merupakan adik dari Sayyid Quthb yang merupakan anak kedua dari empat bersaudara (Mohammad, 2008, p. 296). Ia merupakan guru besar di Universitas Ummul Qurra Makkah dan Universitas King Abdul Aziz Jeddah (Muhammad Qutb, 2014).
Pada tahun 1965, Sayyid Quthb yang merupakan salah satu pimpinan Ikhwanul Muslimin bersama tiga orang saudaranya: Muhammad Quthb, Hamidah, dan Aminah. Juga ikut ditahan kira-kira 20.000 orang lainnya, di antaranya 700 orang wanita., juga ikut ditangkap setelah organisasi itu dilarang oleh presiden Nasser dengan tuduhan berkomplot untuk menjatuhkan pemerintah. Pada senin, 13 Jumadil Awwal 1396 atau 29 agustus 1966, Sayyid Quthb dan dua orang temannya (Abdul Fatah Ismail dan Muhammad Yusuf Hawwasy) menyambut panggilan rabbnya dan syahid di tali tiang gantungan (Quthb S. , 2008, pp. 386-387). Pada tahun 1972 dia dibebaskan dari penjara, selanjutnya ia berlindung dengan anggota lain dari ikhwanul Muslimin di Arab Saudi (Muhammad Qutb, 2014).
Semasa hidupnya sepanjang 95 tahun, Muhammad Quthb telah menulis sedikitnya ada 36. Adapun buku yang dituliskan oleh Muhammad Quthb mengenai agama Islam, baik yang berkenaan dengan akidah, pendidikan dan lainnya, judul buku-bukunya yaitu:


1.              دراسات في النفس الإنسانية
2.              التطور والثبات في حياة البشرية
3.              منهج التربية الإسلامية (بجزئية: النظرية والتطبيق(
4.              منهج الفن الإسلامي
5.              جاهلية القرن العشرين(1965(
6.              الإنسان بين المادية والإسلام(1951(
7.              دراسات قرآنية
8.              هل نحن مسلمون؟(1959(
9.              شبهات حول الإسلام
10.           في النفس والمجتمع
11.           حول التأصيل الإسلامي للعلوم الاجتماعية
12.           قبسات من الرسول(1957(
13.           معركة التقاليد
14.           مذاهب فكرية معاصرة
15.           مغالطات (2006(
16.           مفاهيم ينبغي أن تصحح
17.           كيف نكتب التاريخ الإسلامي؟
18.           لا إله إلا الله عقيدة وشريعة ومنهج حياة
19.           دروس من محنة البوسنة والهرسك
20.           العلمانيون والإسلام
21.           هلم نخرج من ظلمات التيه
22.           واقعنا المعاصر
23.           قضية التنوير في العالم الإسلامي
24.           كيف ندعو الناس؟
25.           المسلمون والعولمة
26.           ركائز الإيمان
27.           لا يأتون بمثله!
28.           من قضايا الفكر الإسلامي المعاصر
29.           حول التفسير الإسلامي للتاريخ
30.           الجهاد الأفغاني ودلالاته
31.           دروس تربوية من القرآن الكريم
32.           حول تطبيق الشريعة
33.           المستشرقون والإسلام
34.           هذا هو الإسلام
35.           رؤية إسلامية لأحوال العالم المعاصر
36.           مكانة التربية في العمل الإسلامي 
(محمد قطب, 2014)





2.2   Konsep Pendidikan Islam

Konsep pendidikan Islam dikembangkan oleh Muhammad Quthb berdasarkan ajaran agama Islam yang terkandung di dalam A-Qur’an. Sangat jauh berbeda dengan konsep kehidupan (pendidikan) yang dikembangkan di Eropa yang menjadi tolak ukur kemajuan pengetahuan di negara-negara yang mayoritas berpenduduk muslim. Hal itu terlihat dari ungkapan Muhammad Quthb berikut:
“… Jahiliyah Eropa modern --karena kuatnya tekanan gereja akhirnya Eropa berontak terhadap agama-- mengajarkan dalam budayanya bahwa agama adalah masalah sampingan dalam kehidupan manusia. Bahkan sebaiknya manusia berlepas diri dari agama supaya bias mencapai kemajuan dan kebebasan” (Quthb M. , Perlukah Menulis Ulang Sejarah Islam?, 1995, p. 248)
Capra menerangkan bahwa kebudayaan barat saat ini telah hancur dikarenakan kekeliruan dalam pemikiran yang hanya menggunakan paradigma sain yang hanya mampu melihat sebagian dari alam saja dan tidak dapat melihat semesta secara keseluruhan (Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, 2010, hal. 68-69).
Bebagai macam masalah yang ditimbulkan akibat dari kesalahan berpikir manusia terutama budaya yang berkembang saat ini di barat, mulai dari pemanasan global yang menimbulkan berbagai macam bencana di bumi, ekonomi kapitalis global, kesehatan dan berbagai hal lain yang disebabkan oleh tangan manusia sendiri (Capra, 2009, hal. 230-232). Untuk menghadapi itu semua salah satu jalan keluar yang ditawarkan Capra adalah menciptakan masyarakat manusia berkelanjutan yang maksunya:
“… masyarakat yang dirancang sedemikian rupa sehingga cara hidup, bisnis, ekonomi, struktur fisik, dan teknologinya tidak mengganggu kemampuan inheren alam dalam mendukung kehidupan. Masyarakat berkelanjutan membentuk pola hidup mereka melalui evolusi siring berjalannya waktu dalam interaksi terus menerus dengan system-sistem hidup lain, manusia maupun non-manusia. Keberlanjutan tidaklah berarti bahwa segala sesuatu tak berubah: ia adalah suatu proses koevolusi dinamis bukan keadaan statis.” (Capra, 2009, p. 250)
Sekarang apakah kita juga sebagai umat muslim akan mengikuti jejak barat dalam mengembangkan konsep pendidikan, dimana pendidikan barat telah menimbulkan berbagai permasalahan yang berdampak besar dalam kehidupan dunia yang menghancurkan kebudayaan yang mereka buat. Padahal Allah telah mengingatkan seluruh umat manusia agar tidak membuat kerusakan dipermukaan bumi ini seperti yang tercantum dalam surat Ar-Rum/30 ayat 41:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Ar-Rum/30:41)
Konsep pendidikan Islam dikembangkan oleh Muhammad Quthb memiliki tujuan pendidikan agar umat Muslim dapat menjadi orang yang bertaqwa yang mampu menjalankan ibadah menyembah Allah yang diterapkan dalam aktivitas kehidupan sehingga ia dapat mengemban amanat Allah sebagai Khalifah yang memakmurkan bumi Allah (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, pp. 21-22). Menurut Quthb, makna ibadah bukan hanya sekedar ritual menggugurkan kewajiban saja tetapi lebih dari pada itu memiliki konsekuensi yang harus dilakukan:
“… Tidak ada satu pun ibadah dalam islam yang dibatasi sampai pada pelaksanaannya saja. Sebagaimana telah kami jelaskan, ibadah diawali dengan pelaksanaan (kaifiyah) kemudian disusul dengan mewujudkan tuntutan-tuntutan yang diwajibkannya dibalik syiar-syiar tersebut guna menyempurnakan ibadah itu.” (Quthb M. , Konsepsi Ibadah Dalam Membentuk Generasi Qur'ani, p. 82)
Sebagai khalifah di muka bumi ini, manusia mendapatkan fasilitas dari kekayaan yang melimpah yang telah disediakan Allah untuk kemakmuran manusia, tetapi manusia juga memiliki tanggung jawab untuk memiliharanya (Rizal, 2014, p. 16).  Konsep tujuan pendidikan oleh Muhammad Quthb tersebut dapat kita temukan dalam Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 13, Adz-Dzurriyyat ayat 56, Al-Baqarah ayat 30, Al-Isra ayat 70.
Quthb menjelaskan bagai mana ciri khas pendidikan Islam yang terkandaung di dalam Al-Quran sebagai berikut:
“Metodologi Islam dalam melakukan pendidikan adalah dengan melakukan pendekatan yang menyeluruh terhadap wujud manusia, sehingga tidak ada yang tertinggal dan terabaikan sedikit pun, baik segi jasmani maupun segi rohani, baik kehidupannya secara pisik maupun kehidupannya secara mental dan segala kegiatannya di bumi ini. Islam memandang manusia secara totalitas, mendekatinya atas dasar apa yang terdapat dalam dirinya, atas dasar fitrah yang diberikan Allah kepadanya, tidak ada sedikitpun yang diabaikan dan tidak memaksakan apa pun selain apa yang dijadbaruikan sesuai dengan fitrahnya.” (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, p. 27).
Tentunya, sebagai Sang Pencipta yang Maha Mengetahui, Allah sangat paham sekali apa yang dibutuhkan makhluk ciptaannya. Segala petunjuk yang terdapat di dalam Al-Qur’an sudah pasti sesuai dengan fitrah manusia tersebut.
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚفِطْرَتَ الَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚلَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ الَّهِ ۚذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,(QS. Ar-Rum/30: 30)
Terdapat empat ciri khas sistem pendidikan Islam.
1.      Sistem ibadah.
Yaitu kebaktian yang hanya ditujukan kepada Allah, mengambil petunjuk dari-Nya saja tentang segala persoalan dunia dan akhirat dan kemudian mengadakan hubungan yang terus menerus dengan Allah tentang semuanya (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, hal. 45). Hal serupa juga dikemukakan Maududi (2010, hal. 113) bahwa ibada yang sebenarnya ialah mengikuti hukum dan aturan-aturan Allah dan menjalankan hidup yang sesuai dengan perintahnya selama hidup di dunia ini.
2.      Pembinaan rohani.
Rohani itu samar, ruwet, belum jeas batasannya; manusia belum memiliki cukup pengetahuan untuk mengetahui hakikatnya, dalam tasauwuf dan pendidikan Islam disebut qalb. (Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, 2010, hal. 44). Roh merupakan kekuatan yang menghubungkan manusia dengan sesuatu yang tidak diketahui, dengan sesuatu yang tidak mungkin ditangkap oleh indra yang menjadi pusat eksistensi manusia yang dapat menembus langit dan bumi berhubungan langsung dengan Allah.
Islam sangat memperhatikan sekali terhadap pembinaan rohani. Metodologi Islam dalam pembinaan rohani adalah dengan menciptakan hubungan yang terus menerus antara roh itu dengan Allah dalam saat apa pun dan pada seluruh kegiatan berpikir dan merasa (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, hal. 60). Roh tersebut harus terus-menerus berhubungan dengan Allah dengan cara:
a.       Meningkatkan sensitifitas hati ke bawah jangkauan Allah yang dapat menciptakan apa saja di dalam lembara alam ini, supaya hati itu selalu merasakan adanya Allah dan merasakan kekuasaan Tuhan yang tidak terbatas.
b.      Meningkatakan sensitifitas hati ke bawah penilikan yang terus-menerus dari Allah. Dengan demikian Tuhan itu akan selalu hadir di mana pun manusia itu berada. Tuhan itu mengawasi sanubarinya serta mengetahui segala rahasiaya dan segala yang tergores di dalam hatinya itu.
c.       Mengenangkan di dalam hati perasaan taqwa dan tunduk terus-menerus kepada Allah, mengingat-Nya baik dalam bekerja, maupun dalam berfikir, dan merasa.
d.      Mengenangkan di dalam hati dengan perasaan cinta kepada Allah serta secara terus menerus mencari ridho-Nya.
e.       Mengobarkan perasaan damai bersama Allah di dalam kesulitan dan keadaan apa pu, serta menerima takdir-Nya dengan ikhlas dan senang hati. Tujuan akhirnya ada satu, yaitu mempunyai kontak batin antara dirinya dengan Allah. (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, p. 63).
Bila sensitifitas yang tajam terhadap Allah terdapat terus di dalam hati, maka hati itu akan baik, masyarakat pun akan baik. Mereka bersih dari dosa, kedengkian, karena mereka selalu terlebih dahulu berinteraksi kepada Tuhan dalam segala hal (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, hal. 102). Dengan demikian kemakmuran negara pun akan tercapai sebagaimana yang dijanjikan Allah:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf/7:96)
3.      Pendidikan intelektual
Perhatian Islam terhadap pengetahuan sangatlah besar sekali. Itu terlihat dari banyaknya ayat-ayat yang menggunakan kata-kata تعقلون, تعلمون, تتفكرون dan lain sebagainya. Pada ayat-ayat tersebut terlihat bagaimana Allah menyuruh manusia agar menggunakan akalnya untuk berpikir.
قُلْ هُوَ الَّذِي أَنْشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ
"Katakanlah: “Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati”. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur." (QS. Al-Mulk:23)
“Sesungguhnya salah satu keistimewaannya agama yang agung ini adalah bahwa ia memberi kebebasan kepada akal manusia untuk bekerja seluar-luasnya berdasarkan kemungkinan yang ada di dunia ini, dan tidak menutup pintu atau mengurungnya di dalam kurungan-kurungan besi yang kuat sekali. Di antara ciri-ciri Islam yang paling utama ialah bahwa ia dalam memanggil manusia untuk beriman kepada Allah tidak menterori akal manusia dengan hal-hal yang luar biasa yang tidak bisa diterima akal. Islam telah memberi kebebasan kepada akal untuk merenungkan tanda-tanda kebesaran tuhan yang terdapat di dalam alam ini, agar ia memperoleh jalan buat menemukan benarnya penciptaan langit, bumi, kehidupan dan manusia ini, serta berbuat dan berjuan sesuai dan berdasarkan kebenaran tersebut.” (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, hal. 135).
Seperti di ataslah gambarang akal menurut pandangan Islam yang dikemukakan Quthb. Islam melakukan pembinaan tenaga akal dengan pembuktian dan pencarian kebenaran dengan cara:
a.       Menetapkan strategi yang tepat menurut penilai akal pikiran dimulai dari mengikuti, lalu meneliti terlebih dahulu.
b.      Mengkaji aturan-aturan alam ini yang akan membentuk akal tersusun dengan cermat dan teratur. (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, hal. 130)
Islam membimbing tenaga akal mula-mula sekali untuk memperhatikan kehabatan ciptaan Allah, dan ini adalah suatu masalah yang lebih dekan hubungannya kepada kompetensi roh yang bertujuan untuk memperbaiki hati manusia dan menegakkan kehidupan di muka bumi ini berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, hal. 134).
Berbeda dengan Eropa yang memisahkan antara ilmu pengetahuan dengan agama, dan materi dengan roh yang membuat manusia menjadi binatang yang berfungsi sebagai alat. Islam mengajarkan hubungan yang harmonis antara akal dan roh, sehingga akal tidak akan tersesat karena ia berilmu pengetahuan, tidak akan keluar dari garis yang benar, dan tidak akan menggunakan pengetahuannya untuk kejahatan (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, hal. 180-181).
4.      Pendidikan jasmani.
Disamping roh dan akal, pendidikan Islam juga memperhatikan kepada jasmani agar dapat berfungsi dengan baik mendukung segala kegiatan dalam kehidupan. Segala hal yang menjadi kebutuhan dasar manusia telah diatur dalam Islam. Dengan adanya tuntunan ini, mengarahkan kepada kemaslahatan manusia. Mulai dari makan, minum, sampai kepada berkeluarga. Muhammad Quthb menerangkap pandangan Islam terhadap pendidikan jasmani:
“Sistem Islam dalam membina mental tidak menekankan keinginan-keinginan sehingga mematikan kegairahan jiwa itu, merusak potensinya, dan memporakporandakan eksistensinya, sehingga keinginan keinginan tadi tidak bisa bekerja dan melakukan pembangunan, dan tidak berfungsi untuk memperbaiki duni dan meningkatkan kehidupan. Di samping itu Islam tidak membiarkan keinginan-keinginan itu tanpa batas, karena hal itu di samping merusak kekuatan jiwa itu juga memlemparkan orangnya ke lembah kebinatangan. Jalan keluar untuk itu seperti telah kita katakan adalah pembatasan” (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, hal. 205).
Eksistensi manusia adalah satu kesatuan yang terpadu dan saling berkaitan, di mana tubuh tidak bisa dipisah-pisahkan dari otak dan ruh (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, hal. 127). Tiga mrata (dimensi) ini diibaratkan Syaibani sebagai segi tiga yang sama panjang sisinya yaitu badan, akal dan ruh, dengan seimbangnya ketiga dimensi ini akan tercapai kemajuan, kebahagian dan kesempurnaan kehidupan (Al-Syaibany, 1979, hal. 130). Maka, pembinaan pendidikan Islam tidak hanya pada salah satu aspek manusia tersebut tetapi pada ketiga aspek tersebut secara seimbang.
Selain dari aspek pembentukan manusia tersebut, di dalam tubuh manusia terdapat jaringan-jaringan yang saling berhubungan dan berlawanan yang perlu dibina dalam pendidikan Islam yaitu:
1.      Perasaan takut dengan perasaan ingin.
2.      Perasaan cinta dengan perasaan benci.
3.      Sikap rasional dan sikap irasional.
4.      Kekuatan pisik dan kekuatan mental.
5.      Tertangkap indra dan tidak tertangkap indra.
6.      Suka memaksa dan suka menurut.
7.      Egois dan sifat sosial.
8.      Sifat negatif dan sifat positif (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, hal. 217).
Seluruh jaringan tersebut bagaikan pilar yang menyangga dan memperkuat bangunan manusia agar berdiri kokoh. Dengan demikian terwujudlah esensi manusia sebagai esensi yang paling sempurna dari esensi makhluk-makhluk Tuhan yang lain, esensi yang pada akhirnya kembali kepada penciptaan pertama yang sangat hebat dan mengagumkan, yaitu segenggam tanah dan setiup napas Roh Tuhan (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, hal. 218).
Agar pendidikan Islam berjalan sesuai dengan harapan, Islam telah menyediakan berbagai metode dalam pendidikan dalam Al-Quran dan Sunnah. Syahidin yang dikutip oleh Muchtar (2008, hal. 216) menyebutnya dengan metode Qur’ani, yaitu suatu cara atau tindakan-tindakan dalam lingkup peristiwa pendidikan yang terkandung dalam Al-Quran dan sunnah.
Terdapat 8 teknik atau model pendidikan yang ditawarkan Muhammad Quthb dalam pendidikan Islam yaitu:
1.      Pendidikan melalui teladan
Metodi ini merupakan metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada peserta didik, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan (Muchtar, 2008, hal. 224). Dalam pendidikan Islam, Allah telah memberikan model yang sempurna yaitu yang terdapat pada diri Rasulullah:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا 
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab/33:21)
Teladan tersebut terdiri dari segala norma-norma, nilai-nilai dan ajaran Islam. Anak memperoleh teladan dari orang tuanya, manusia memperoleh teladan dari masyarakat dan masyarakat memperoleh teladan dari pemimpin dan pejaba (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, hal. 333).
2.      Pendidikan melalui nasehat
Metode nasehat atau mauizhah merupakan cara penyampaian materi pelajaran melalui tutur kata yang berisi nasehat-nasehat dan peringatan tentang baik-buruknya sesuatu (Muchtar, 2008, hal. 221).
هَذَا بَيَانٌ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِلْمُتَّقِينَ
(Al-Qur’an) ini adalah penjelasan bagi manusia, petunjuk dan pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran/3:138)
Ayat di atas menerangkan bahwa Al-Quran itu seluruhnya berisi nasehat, banyak sekali, seperti kisah Luqman dalam menasehati anaknya. Nasehat yang berpengaruh, membuka jalannya ke dalam jiwa secara langsung melalui perasaan.
3.      Pendidikan melalui hukuman
Pendidikan yang halus, lembut,dan menyentuh perasaan, seringkali berhasil dalam mendidik anak-anak untuk jujur, suci dan lurus, tetapi pendidikan terlampau halus, terlampu lembut dan terlampau menyentuk perasaan akan sangat berpengaruh jelek, karena membuat jiwa tidak stabil. Kenyataan dilapangan, banyak manusia yang tidak mempan dengan berbagai macam nasehat, atau semakin jauh menyimpang setiap kali nasehat dan teguran itu ditujukan kepadanya (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, hal. 343).
وَإِنْ يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“... dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat...” (QS. At-Taubah/9:74) 
Tingkat hukuman berbeda-beda, karena ada orang yang cukup baginya isyarat dari kajauhan, namun adapulan orang yang hanya bisa tergerak hatinya oleh marah yang jelas dan keras (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, hal. 347).
4.      Pendidikan melalui cerita
Metode kisah dalam pendidikan Islam dikenal juga dengan metode kisah Qur’ani yaitu cara dalam pendidikan yang menceritakan pemberitaan Al-Quran tentang hal ihwal umat yang telah lalu, kenabian yang terdahulu, dan peristiwa yang telah terjadi (Sulaiman & Nurchasanah, 2012, hal. 538).
5.      Pendidikan melalui kebiasaan
Islam mempergunakan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik pendidikan. Lalu ia mengubah seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa terlalu payah, tanpa menemukan banyak kesulitan (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, hal. 363).
6.      Menyalurkan kekuatan
Di antara banyak teknik Islam dalam membina manusia dan juga dalam memperbaikinya adalah mengaktifkan kekuatan-kekuatan yang tersimpan di dalam jiwa dan tubuh, tidak memendamnya kecuali bila potensi itu memang tertumpuk untuk lepas. Seperti potensi cinta yang dimiliki manusia, bila manusia menyalurkannya dengan benar, maka potensinya itu pasti akan membuahkan hasil yang baik (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, hal. 369).
7.      Mengisi kekosongan
Kekosongan merupakan perusak jiwa, seperti halnya kekuatan terpendam juga merusak. Kerusakan yang timbul oleh kekosongan adalah habisnya kekuatan potensial itu untuk mengisi tersebut. Lalu ia akan terbiasa pada sikap buruk yang dilakukannya untuk mengisi kekosongan itu (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, hal. 371).
8.      Pendidikan melalui peristiwa.
Hidup ini perjuangan dan merupakan pengalaman-pengalaman dengan berbagai peristiwa, baik yang timbul karena tindakannya sendiri maupun karena sebab-sebab diluar kemauannya. Guru yang baik tidak akan membiarkan peristiwa itu berlalu begitu saja tanpa diambil menjadi pengalaman yang berharga (Quthb M. , Sistem Pendidikan Islam, hal. 374).
Tujuan akhir dari pendidikan Islam adalah terciptanya masyarakat Islam yang mengokohkan ajaran-ajaran Islam, yang terbentuk berdasarkan ajaran Islam dan menjadi pembawa ajaran Islam. Masyarakat Islam merupakan masyarakat yang didirikan atas dasar iman kepada Allah dan berasal dari sistem pendidikan Allah.


BAB III
KESIMPULAN

Muhammad Quthb merupakan salah seorang ulama Islam yang telah banyak menghasilkan karya yang berguna dalam memajukan pendidikan Islam. Dalam pandangannya terhadap pendidikan, terdapat tiga aspek yang harus dibina yaitu aspek rohani, akal dan jasmai. Ketiga aspek tersebut seluruhnya mengarahkan kepada pembentukan hati yang selalu terhubung kepada Allah.
Al-Quran merupakan sumber ajaran Islam yang menyidiakan berbagai petunjuk dalam dunia pendidikan. Quthb menerangkan terdapat beberapa teknik dalam pendidikan guna tercapainya masyarakat Islam yaitu dengan:
1.      Pendidikan melalui teladan
2.      Pendidikan melalui nasehat
3.      Pendidikan melalui hukuman
4.      Pendidikan melalui cerita
5.      Pendidikan melalui kebiasaan
6.      Menyalurkan kekuatan
7.      Mengisi kekosongan
8.      Pendidikan melalui peristiwa.



DAFTAR PUSTAKA


Al-Qur'an, d. T. Kementerian Agama Republik Indonesia.
Al-Syaibany, O. M.-T. (1979). Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Capra, F. (2009). The Hidden Connections: Strategi Sistemik Melawan Kapitalisme Baru. (A. Primanda, Trans.) Yogyakarta: Jalasutra.
el-Fikri, S. (2014, April 4). Innalillahi, Adik Sayyid Quthb Wafat. Retrieved Oktober 24, 2014, from Republika Online: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/14/04/04/n3ibvj-innalillahi-adik-sayyid-quthb-wafat
Maududi, A. A. (2010). Dasar-dasar Islam. (A. Mohammad, Trans.) Bandung: Pustaka.
Mohammad, H. (2008). Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20. Jakarta: Gema Insani Press.
Muchtar, H. J. (2008). Fikih Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.
Muhammad Qutb. (2014, September 24). Retrieved Oktober 24, 2014, from Wikipedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Qutb
Quthb, M. Konsepsi Ibadah Dalam Membentuk Generasi Qur'ani. Jakarta: Gema Insani Press.
Quthb, M. (1995). Perlukah Menulis Ulang Sejarah Islam? (C. Halim, & n. Idris, Trans.) jakarta: Gema Insani Press.
Quthb, M. Sistem Pendidikan Islam. Bandung: Alma'arif.
Quthb, S. (2008). Tafsir Fi Zilalil Qur'an (Vol. 12). (A. Yasin, A. Aziz, & M. Hamzah, Trans.) Jakarta: Gema Insani Press.
Rizal, A. S. (2014). Landasan Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: MKDU - FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia.
Sulaiman, E., & Nurchasanah (Eds.). (2012). Model-model Pembelajaran berbasis Nilai islam. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Tafsir, A. (2010). Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: Rosda Karya.
Tafsir, A. (2010). Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: Rosda Karya.
محمد قطب. (2014, Januari 11). Retrieved Oktober 24, 2014, from wikipedia: http://ar.wikipedia.org/wiki/محمد_قطب